SILAHKAN TINGGALKAN PESAN DISINI





Untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen, operator transportasi udara dan kereta api sudah menjalankan sistem online. Namun, pada praktiknya sistem online masih menemui sejumlah kendala, seperti sulit diakses dan harga yang lebih mahal daripada harga agen.Selain itu, banyak pengguna angkutan yang belum melek internet dan harus punya kartu kredit. Karena itu, walaupun telah menerapkan sistem online untuk pemesanan tiket, lebih dari 90 persen penumpang kereta api lebih memilih membeli tiket secara tradisional. Mereka lebih senang mengantre di loket stasiun ketimbang membuka situs PT Kereta Api (Persero) di internet.Data dari PT Kereta Api Daerah Operasi I Jabodetabek, Senin (31/8), 91.301 tempat duduk khusus KA angkutan mudik keberangkatan tanggal 16-20 September terjual di loket-loket stasiun. Di 14 agen resmi di Jakarta hanya terjual 5.855 tiket, sedangkan Kantor Pos dan layanan call center hanya dapat menjual 1.658 tiket.Sugeng Prijono, Kepala Humas PT KA Daerah Operasi I Jabodetabek, mengakui sistem online belum terlalu efektif. ”Ada beberapa kendalanya,” katanya.Hal senada diakui Henriette Gloria, Public Relation Manager Singapore Airlines di Indonesia. ”Jumlah pemesanan melalui online masih sedikit. Angka tepatnya saya tidak tahu persis, tetapi saya rasa masih di bawah 3 persen,” ungkap Gloria.Padahal, selain lebih nyaman dan cepat, pemesanan melalui internet bisa dilakukan selama 24 jam. Selain itu, calon penumpang juga bisa memilih kursi yang mereka inginkan.Namun, pendapat sebagian calon penumpang KA di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, bertolak belakang dengan operator. Sulastri (29) yang hendak mudik ke Semarang, misalnya, mengaku, sebelum memutuskan antre di loket stasiun hari Kamis (27/8), ia sudah berusaha menghubungi beberapa agen resmi, seperti yang berada di Jalan Raden Saleh dan Jalan Kebon Kacang, Jakarta Pusat. ”Jawaban agen, tiket KA belum bisa diakses. Kalaupun bisa pesan, ternyata juga antre banyak orang. Karena tidak ada kepastian, saya pilih datang langsung ke Gambir,” ujar Sulastri.Lain lagi dengan Satrio (25) yang kesal karena selalu gagal setiap kali mencoba mengakses informasi dari situs resmi PT KA. ”Katanya online, tetapi saya coba membeli lewat website-nya tidak bisa. Masak namanya online, tapi harus ke agen dulu,” katanya.Memang tak semua calon penumpang mengeluh. Teguh (30), karyawan swasta, mengaku lega ketika akhirnya bisa membeli tiket melalui call center PT KA. ”Memang harus lebih dari 10 kali ngebel nomor call center-nya dulu sebelum akhirnya tersambung. Begitu operatornya menyahut, pemesanan tiket cepat dilayani. Saya dapat kode tertentu kemudian transfer uang melalui ATM, saya pun dapat setruk pengganti tiket,” tuturnya.Sementara itu, Hartono dari Picco Studio, yang sudah berulang kali memesan tiket pesawat melalui internet, mengakui pemesanan menjadi lebih mudah dan nyaman. ”Tetapi saya harus tetap mengecek harga melalui agen perjalanan. Sering kali harga di internet lebih mahal daripada di agen. Selain itu, pemesanan jauh hari tidak memengaruhi harga,” kata Hartono.Saat pertama memesan melalui internet, Hartono mengaku sempat khawatir dengan penggunaan kartu kredit di internet. Namun, kekhawatiran soal keamanan kartu kredit belum terbukti. ”Justru saya mendapatkan tambahan layanan berupa asuransi jika pakai kartu kredit,” katanya.Pada dasarnya warga menyambut baik adanya penjualan tiket secara online. Namun, Sugeng mengakui PT KA harus banyak berbenah, termasuk memutakhirkan sistem online yang digunakan dan memperluas jaringan. Sistem online untuk KA komersial memang baru dimulai tahun 2006 (untuk pemesan H-7), sedangkan pemesanan H-30 mulai 2008. Adapun sistem online KA ekonomi baru dimulai tahun ini dan masih amat terbatas jangkauan pelayanannya