SILAHKAN TINGGALKAN PESAN DISINI



KERETA SUMATERA

Diposting oleh paguyubancirex Selasa, 11 Mei 2010


Khusus untuk Angkutan Barang
Rabu, 12 Mei 2010 | 02:44 WIB

Oleh HELENA F NABABAN

Sudah jamak dipahami, sejak awal pembangunan jalan kereta di Pulau Sumatera memang untuk angkutan barang. Kereta penumpang seolah hanya disisipkan pada rangkaian jadwal perjalanan kereta api.

Hal itu karena Sumatera bagian selatan memang kaya akan potensi alam, seperti tambang dan hasil perkebunan. Wajar apabila jalan rel di Sumatera Selatan hingga Lampung dipadati kereta barang.

Salah satunya adalah pengoperasian kereta batu bara rangkaian panjang atau babaranjang dengan jumlah rangkaian yang banyak sejak 1980-an. Sebanyak 28 kereta babaranjang, meliputi 14 rangkaian bermuatan dan 14 rangkaian kosong, melintasi jalan rel Tanjung Enim di Sumatera Selatan ke Tarahan di Lampung Selatan pergi-pulang sepanjang 411 kilometer setiap hari.

Tingkat kepadatan lintasan kereta barang akan semakin bertambah. Itu karena sejak 23 Desember 2009 PT Kereta Api (KA) Divisi Regional (Divre) III Sumatera Selatan dan Subdivre III.2 Tanjungkarang mulai menguji coba kereta babaranjang dengan 60 gerbong. Tujuannya satu, meningkatkan kapasitas angkut batu bara hingga 20 juta ton pada 2014.

Persiapan dan pemeriksaan detail terhadap rangkaian kereta sudah dilakukan sejak kereta masih kosong atau sudah bermuatan hendak diberangkatkan. Seperti yang terlihat di emplasemen Stasiun Besar Tarahan di Lampung Selatan, Jumat (30/1), tim mekanik dari Stasiun Besar Tarahan tengah mengecek sistem pengeremen antargerbong.

Mereka ingin memastikan kereta dengan 60 gerbong kosong itu betul-betul berfungsi dan bekerja baik di jalan rel dari Tarahan hingga Tanjung Enim. Tidak hanya sistem pengereman antargerbong, tetapi juga kondisi fisik per gerbong betul-betul mereka perhatikan.

Eko Purwanto, Kepala Seksi Sarana PT KA Subdivre III.2 Tanjungkarang, mengatakan, pengecekan demikian juga berlaku untuk rangkaian babaranjang dengan 40 atau 46 gerbong. Khusus untuk rangkaian 60 gerbong, ini merupakan uji coba setelah sekian lama PT KA mengoperasikan kereta pengangkut batu bara dengan jumlah gerbong 40 hingga 46 unit per kereta.

Babaranjang 60 gerbong yang panjangnya mencapai 1 kilometer itu secara bertahap akan ditambahkan pada rangkaian babaranjang yang sudah beroperasi. Dengan target angkutan 9,3 juta ton pada 2010, pengoperasian babaranjang 60 gerbong bisa mengurangi tingkat kepadatan lintasan dari 14 rangkaian menjadi 12 rangkaian per hari. Akan tetapi, apabila target angkutan semakin besar, dipastikan rangkaian kereta yang melintas semakin padat.

Dwiyana Slamet Riyadi, Senior Manajer Operasi PT KA Divre III, mengatakan, karena bakal padat, PT KA sudah menyiapkan penambahan sarana dan prasarana angkutan. Jumlah gerbong dan lokomotif direncanakan ditambah.

Saat ini, untuk melayani angkutan batu bara Tanjung Enim-Tarahan, PT KA mengoperasikan 1.100 unit gerbong batu bara dan 48 unit lokomotif seri CC 202. Sebagai upaya peningkatan angkutan, sampai dengan 2014 direncanakan akan ada tambahan lokomotif seri CC 205 sebanyak 50 unit dan gerbong 1.200 unit.

Dwiyana mengatakan, penambahan sarana sebagai salah satu bentuk investasi tersebut perlu karena PT KA harus mengoperasikan tiga lokomotif CC 202 untuk sekali jalan menarik 60 gerbong. Sementara dengan lokomotif seri CC 205, rangkaian 60 gerbong cukup ditarik dengan dua lokomotif.

Penambahan sarana juga akan memampukan PT KA memelihara aset-asetnya secara menyeluruh. Selama ini, lokomotif dan rangkaian kereta hanya sempat dicek atau diperiksa beberapa jam saja begitu tiba di stasiun pembongkaran atau pemuatan, kemudian berangkat lagi. Sarana yang bagus pastinya akan mendukung upaya peningkatan angkutan.

Selain itu, PT KA juga secara bertahap menambah stasiun-stasiun baru, memperpanjang rel di sejumlah stasiun untuk persilangan babaranjang 60 gerbong, membangun rel ganda, dan sarana persinyalan. Stasiun ataupun rumah persinyalan itu akan sangat membantu pengoperasian kereta babaranjang.

Hendro Suwanto, masinis babaranjang yang ditemui di Stasiun Tigagajah, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, mengatakan, dengan beroperasinya babaranjang 1 kilometer itu, satu hal yang tidak boleh dilupakan dengan beroperasinya kereta sepanjang hampir 1 kilometer adalah permasalahan lingkungan yang muncul. Dari pengalamannya membawa babaranjang, jalan rel yang pada beberapa titik berada di dalam kota bisa menimbulkan antrean kendaraan yang panjang ketika babaranjang 1 kilometer itu lewat.

Demikian juga di daerah-daerah pedesaan. Masyarakat yang ingin bisa cepat melintas bisa jadi akan membuka jalan perlintasan tanpa izin. ”Bagi kereta, banyaknya lintasan liar sangat mengganggu perjalanan,” ujar Hendro.

Kepala Humas PT KA Divre III Sumatera Selatan As’ad Sayuti mengatakan, setiap kepala stasiun diharapkan bisa membantu menyosialisasikan keberadaan babaranjang 60 gerbong tersebut, sekaligus juga mengimbau masyarakat untuk tidak merusak aset kereta.

As’ad mengakui, di beberapa titik di wilayah Subdivre III.2 Tanjungkarang ada beberapa wilayah yang rawan, di antaranya rawan pelemparan batu ke kereta hingga tangan-tangan jahil penduduk yang dengan sengaja mengubah sistem pengereman gerbong.

Itu semua harus diantisipasi sejak sekarang supaya masyarakat mendukung angkutan. Terutama dengan fokus angkutan PT KA yang lebih mengutamakan angkutan batu bara dan hasil-hasil perkebunan.

::: News Link :::