SILAHKAN TINGGALKAN PESAN DISINI



Ada Apa dengan Lelang 'Basic Design' MRT?

Diposting oleh paguyubancirex Minggu, 18 Oktober 2009

Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 8.513.385 jiwa (Data Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya bulan Maret 2009), ditambah sekitar 4 juta
jiwa yang memasuki wilayah DKI Jakarta dari Bodetabek (Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) setiap harinya benar-benar menyesakkan kita semua. Kepadatan tersebut bertambah sesak dengan kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Berdasarkan data Komisi Kepolisian Indonesia bulan Juni 2009, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta berjumlah 9.993.867, tidak termasuk kendaraan Polri/TNI dan kendaraan dari wilayah Bodetabek.
Kepengapan di wilayah DKI Jakarta bisa sedikit diurai melalui pembangunan angkutan massal modern yang nyaman, aman, tepat waktu, menjangkau seluruh pelosok kota dan terjangkau tarifnya. Jika ada jenis angkutan umum seperti itu maka pemilik kendaraan bermotor akan beralih ke transportasi massal dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Dampaknya, kepadatan lalu lintas di jalan raya dapat dikurangi. Sulit memang mengharapkan pemilik kendaraan bermotor untuk beraih ke angkutan umum atau massal jika kondisinya masih buruk seperti saat ini.
Sebagai sebuah angkutan massal pembangunan MRT, atau publik mengenalnya sebagai subway, menjadi suatu keharusan. Namun ternyata tidak mudah membangunnya. Selain sangat mahal biaya pembangunannya (20 - 80 juta USD/km, dibanding busway yang hanya 1-10 juta USD/km), belum lagi biaya operasi dan perawatannya juga mahal. Maka dari itu meskipun sudah sejak 17 tahun lalu direncanakan, baru akan terwujud pada akhir tahun 2016 untuk rute Lebak Bulus-Dukuh Atas. Itu pun setelah Pemerintah Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) memberikan pinjaman sebesar 120 miliar Yen.
Dana tersebut digunakan untuk membiayai 85% dari total investasi melalui skema special term of economic partnership. Sisanya dibiayai oleh APBN dan APBD DKI Jakarta. Namun dalam perjalanannya menemui banyak kendala, khususnya yang terkait dengan proses lelang, seperti munculnya protes yang patut diduga dilakukan oleh peserta yang kalah pada lelang "basic design".
Begitu pula ketika sebuah kelompok masyarakat melakukan somasi ke Pemerintah agar membatalkan proses tender karena melanggar Kepres No 80 thun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pertanyaannya, apakah memang tender tersebut harus mengikuti dan kemudian melanggar Kepres No 80 tahun 2003? Jadi bagaimana dong? Yuk mari kita lihat persoalannya dengan jernih tanpa berpihak pada mana pun.

Apa Benar Tender "Basic Design" MRT Menyalahi Kepres No 80/2003?

Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari berbagai pihak, antara lain Pemda DKI, PT MRT Co., Departemen Keuangan dan Departemen Perhubungan terkait dengan tender 'basic design' MRT, ternyata lelang 'basic design' MRT harus dilakukan berdasarkan 'guidelines' dari JICA sebagai pemberi bantuan luar negeri, bukan hanya Kepres No 80 tahun 2003 seperti yang selama disampaikan oleh beberapa pihak di berbagai media massa. Hal itu disebabkan karena 85% dana pembangunan MRT berasal dari bantuan luar negeri, bukan APBN.
Landasan hukum yang digunakan dalam penanganan lelang 'basic design' adalah 'guidelines' dari JICA sesuai dengan aturan yang belaku, yaitu Lampiran I Kepres No 80 tahun 2003 Bab IV, huruf B angka 2: Pengadaan barang/jasa berdasarkan NPLN/grant agreement:
a. Pengadaan barang/jasa berdasarkan NPLN/grant agreement
b. Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah
luar negeri dan dilakukan setelah penandatanganan NPLN/grant agreement,
pelaksanaannya harus mengikuti ketentuan-ketentuan (guidelines) dari pemberi
pinjaman dan atau ketentuan-ketentuan lain yang disepakati oleh Pemerintah RI dengan
pemberi pinjaman dalam NPLN/grant agreement beserta dokumen persiapan maupun
dokumen-dokumen proyek dalam rangka pelaksanaan proyek terkait.
c. Ketentuan dalam Keputusan Presiden ini berlaku sepanjang sesuai dan atau tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan (guidelines) dari pemberi pinjaman dan atau
ketentuan-ketentuan lain yang disepakati oleh Pemerintah RI dengan pemberi pinjaman
dalam NPLN/grant agreement beserta dokumen persiapan maupun dokumen-dokumen proyek dalam rangka pelaksanaan proyek terkait?.
Jadi dari sisi keabsahan lelang, patut diduga sudah tidak menjadi masalah karena
memang tidak menyalahi aturan yang berlaku. Masalah lain adalah adanya protes dari
konsultan yang merasa sudah dinyatakan sebagai pemenang lelang 'basic design' MRT
tetapi dibatalkan. Apa betul sudah dinyatakan sebagai pemenang oleh panitia lelang
atau baru dinyatakan sebagai peserta lelang dengan nilai tertinggi tetapi sudah Gede
Rasa (GR)? Mari kita lihat.
Setelah saya tanyakan kepada para pejabat yang berwenang tentang apa yang sebenarnya terjadi, saya pribadi berkesimpulan bahwa Pemerintah belum pernah menyatakan pemenang lelang 'basic design' MRT secara resmi ke publik karena proses tender belum selesai. Yang ada baru menyatakan nilai tertinggi dari peserta lelang. Sayangnya saat dimintakan persetujuan (nol) dari pihak pemberi pinjaman, JICA tidak setuju dan meminta penilaian diulang sesuai dengan surat permintaan klarifikasi dari JICA
tertanggal 23 Desember 2008 dan tanggal 16 Februari 2009.
Untuk itu Departemen Perhubungan melakukan penilaian ulang dan ternyata peraih nilai
tertinggi adalah perusahaan peserta lelang lainnya, dan ketika dimintakan
persetujuan reevaluasi penilaian ke JICA melalui surat Dirjen Kereta Api tertanggal
30 April 2009, JICA memberikan persetujuan melalui surat tertanggal 27 Mei 2009
untuk penetapan peringkat teknis. Jadi memang selama ini belum diumumkan
pemenangnya, seperti banyak diberitakan oleh media massa selama ini. Penetapan
pemenang baru ditandatangani oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 4 September
2009.

Apa Yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan harus segera menandatangani kontrak pemenang tender 'basic design' setelah JICA memberikan persetujuannya. Jikalau memang ada pelanggaran yang dilakukan oleh panitia lelang, maka Menteri Perhubungan harus dan wajib bertanggung jawab untuk menindak pejabat yang bersangkutan. Hukum harus tetap ditegakkan supaya kepentingan publik untuk segera mendapatkan haknya memperoleh angkutan umum yang modern, nyaman, aman, tepat waktu dan terjangkau bisa terwujud.

Di Tulis Oleh :Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen)