SILAHKAN TINGGALKAN PESAN DISINI



Budaya Instan Generasi Manja

Diposting oleh paguyubancirex Kamis, 07 Januari 2010


Budaya Instan Generasi Manja

KOMPAS.com - Menginginkan segala sesuatu serba cepat dan praktis, tanpa perlu bersusah payah, menjadi ciri kuat generasi sekarang. Padahal, kematangan kerja hanya bisa didapat melalui proses. Bagaimana membuat mereka paham?

“Ibu Dewi, saya bekerja di sebuah media penyiaran yang lumayan besar di Jakarta. Kurang lebih satu tahun ini saya diberi kepercayaan menduduki jabatan pimpinan di salah satu unit yang membawahi bidang produksi dan penyiaran.

Pekerjaan ini sangat cocok untuk saya. Sebab, selama delapan tahun di perusahaan ini saya menikmati menekuni bidang tersebut. Pengalaman yang saya anggap baru dalam jabatan ini adalah bahwa saya harus bertanggung jawab dalam segala hal yang berkaitan dengan keberhasilan unit saya, membuat rencana, mengambil keputusan, termasuk menerima dan mendidik staf baru.

Tanggung jawab yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Banyak sekali yang masih perlu saya pelajari. Meski demikian, ada satu hal yang ingin saya tanyakan berkaitan dengan tanggung jawab menghadapi staf yang ada di unit saya.

Sebagai contoh, ada staf yang mengklaim bahwa mereka seharusnya menduduki posisi yang lebih tinggi dari jabatannya saat ini. Ada lagi calon karyawan baru, masih dalam masa percobaan tetapi merasa kurang layak mengerjakan tugas yang diberikan. Ia akhirnya mengundurkan diri setelah dua minggu bekerja dengan alasan kecewa karena mendapat pekerjaan yang kurang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Padahal, semua orang yang bekerja untuk bidang itu harus menjalani hal yang sama dari bawah.

Di mana letak kesalahan saya sebagai atasan? Salahkah kalau saya punya kesan bahwa mereka terlalu cepat ingin berhasil dan tidak mau belajar dari bawah? Untuk saya hal ini jadi masalah karena menjadi sulit mendapatkan orang baru yang diperlukan di unit saya.

Waktu saya ceritakan hal ini kepada salah seorang rekan, ia juga punya pengalaman yang kurang lebih sama. Saya pernah mendengar ada teman yang menyebutkan ini sebagai budaya instan. Betulkah demikian? Apa maksud budaya instan di sini?

Yang juga ingin saya tanyakan, bagaimana cara yang baik untuk meyakinkan karyawan di unit saya bahwa bekerja di tempat seperti yang mereka masuki itu tidak mudah? Terima kasih.”

Rano, Jakarta

Budaya Instan

Saudara Rano, paling tidak ada tiga pertanyaan yang Anda ajukan dalam surat. Yang pertama adalah apa itu budaya instan. Kedua, mengapa banyak sekali karyawan yang tidak mau bersusah payah dan sebaliknya ingin segera menduduki posisi tinggi.

Yang ketiga, bagaimana cara menyakinkan karyawan bahwa keberhasilan itu bukan hal yang mudah. Ada baiknya saya menjawab pertanyaan itu satu demi satu.
Yang pertama tentang budaya instan. Istilah ini Anda dengar dari teman, yang barangkali punya pengertian tersendiri dan tidak sepenuhnya sama dengan pemahaman saya. Tentu ada baiknya Anda tanyakan padanya.

Sepanjang yang saya pahami, istilah budaya instan ini muncul untuk memberi nama gejala yang berkembang di masyarakat perkotaan yang menginginkan segala sesuatu secara cepat dan praktis, tanpa mau bersusah payah.

Mau minum kopi atau makan mi, tidak mau repot-repot menghidupkan kompor, memasak air, dan seterusnya. Software komputer, kamera, ponsel, dan segala macam peralatan teknologi tinggi lainnya telah dibuat sedemikian user friendly.

Konsumen sudah terbiasa dimanjakan. Kemanjaan ini lalu merembet dan menular ke berbagai bidang kehidupan lainnya, dalam pekerjaan rumah tangga dan lalu juga dalam dunia kerja.

Generasi Manja
Budaya instan yang intinya memanjakan manusia inilah yang barangkali ikut mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya generasi manja. Generasi manja inilah yang saat sekarang ini mulai meninggalkan bangku sekolah dan memasuki dunia kerja.

Mereka tidak terbiasa bekerja keras. Mereka tidak dibiasakan untuk memahami suatu proses. Selain itu, aspirasi dan harapan seseorang memang sangat mungkin dipengaruhi oleh orang-orang lain di lingkungannya. Baik itu dalam lingkungan nyata, maupun lingkungan fiktif seperti yang ada dalam film, buku, atau majalah.

Sayangnya film dan cerita-cerita yang beredar di masyarakat justru menyajikan tokoh-tokoh yang mencapai keberhasilan secara ekstra cepat, senada dengan proses instan. Sedikit sekali film yang menunjukkan seorang pegawai yang harus bekerja sangat keras untuk menapaki jalur karirnya.

Kebanyakan film menunjukkan orang yang baru masuk kerja langsung sudah punya kursi direktur, ruang kerja pribadi punya mobil lengkap dengan sopir. Banyaknya contoh dari berbagai macam jenis profesi dan tokoh berhasil dalam profesi itu, telah memancing hasrat kaum muda untuk bisa menjadi seperti mereka. Apalagi seiring dengan keberhasilan mereka telah ditunjukkan pula semua atribut sampingan yang membuat orang kagum atau tergiur.

Jadi janganlah terlalu heran kalau karyawan baru yang merupakan anggota generasi manja, ingin cepat-cepat menggantikan posisi Anda.

Tidak Mudah
Sekarang tentang pertanyaan ketiga, bagaimana menyakinkan mereka bahwa keberhasilan itu bukan hal yang mudah. Sebetulnya jawabannya sudah ada dalam pertanyaan Anda sendiri. Keberhasilan bukanlah hal yang mudah. Termasuk keberhasilan untuk menyakinkan karyawan Anda (yang telah diyakinkan sebaliknya oleh lingkungan hidup mereka).

Walaupun tidak mudah, hal itu juga bukan mustahil, terutama bagi Anda yang bukan produk budaya instan. Anda sendiri baru berhasil menduduki posisi seperti sekarang setelah melalui perjalanan yang panjang.

Langkah pertama yang bisa Anda lakukan adalah mengajak mereka mengenali proses yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk, apa pun produk itu. Bahkan kehadiran kopi atau mi instan adalah hasil dari sebuah proses yang panjang.

Mula-mula ada gagasan untuk memproduksi mi instan. Sesudah itu ada proses menyakinkan berbagai pihak untuk ikut mendukung gagasan itu. Lalu ada serangkaian penelitian untuk menghasilkan produknya. Setelah itu masih ada proses pemasaran, distribusi, dan lain sebagainya.

Anda harus mampu menunjukkan kepada mereka bahwa semua produk yang dihasilkan di kantor pun harus melalui serangkaian proses. Misalnya lahirnya sebuah berita dalam siaran. Mulanya harus ada perencanaan, ada pembagian tugas peliputan, ada proses peliputannya, ada proses penyuntingan, dan seterusnya.

Bahkan setelah berita disiarkan pun masih ada proses pengarsipan dan sebagainya.
Setelah menyadari bahwa segalanya perlu proses, mereka akan lebih mudah menyakini bahwa untuk mencapai posisi tertentu pun harus melalui sejumlah proses.

Meskipun begitu, tidak semua orang perlu waktu sama panjang karena ada saja orang-orang yang mempunyai bakat lebih dari orang kebanyakan.
Keberhasilan dalam menyakinkan mereka akan menjadi lebih mudah kalau Anda berhasil menunjukkan bahwa banyak hal yang tidak atau belum mereka kuasai dan harus dipelajari. @ (Dewi Matindas/Psikolog)

Sumber Berita